VI. Etika Dalam
Auditing
1. Kepercayaan
Publik
Kepercayaan
masyarakat umum sebagai pengguna jasa
audit atas independen sangat penting bagi perkembangan profesi akuntan publik.
Kepercayaan masyarakat akan menurun jika terdapat bukti bahwa independensi
auditor ternyata berkurang, bahkan kepercayaan masyarakat juga bisa menurun
disebabkan oleh keadaan mereka yang berpikiran sehat (reasonable) dianggap
dapat mempengaruhi sikap independensi tersebut. Untuk menjadi independen,
auditor harus secara intelektual jujur, bebas dari setiap kewajiban terhadap
kliennya dan tidak mempunyai suatu kepentingan dengan kliennya baik merupakan
manajemen perusahaan atau pemilik perusahaan. Kompetensi dan independensi yang
dimiliki oleh auditor dalam penerapannya akan terkait dengan etika. Akuntan
mempunyai kewajiban untuk menjaga standar perilaku etis tertinggi mereka kepada
organisasi dimana mereka bernaung, profesi mereka, masyarakat dan diri mereka
sendiri dimana akuntan mempunyai tanggung jawab menjadi kompeten dan untuk
menjaga integritas dan obyektivitas mereka. (Nugrahiningsih, 2005 dalam Alim
dkk 2007)
2. Tanggung
Jawab Auditor kepada Publik
Profesi
akuntan di dalam masyarakat memiliki peranan yang sangat penting dalam
memelihara berjalannya fungsi bisnis secara tertib dengan menilai kewajaran
dari laporan keuangan yang disajikan oleh perusahaan. Ketergantungan antara
akuntan dengan publik menimbulkan tanggung jawab akuntan terhadap kepentingan
publik. Dalam kode etik diungkapkan, akuntan tidak hanya memiliki tanggung
jawab terhadap klien yang membayarnya saja, akan tetapi memiliki tanggung jawab
juga terhadap publik. Kepentingan publik didefinisikan sebagai kepentingan
masyarakat dan institusi yang dilayani secara keseluruhan. Publik akan
mengharapkan akuntan untuk memenuhi tanggung jawabnya dengan integritas,
obyektifitas, keseksamaan profesionalisme, dan kepentingan untuk melayani
publik. Para akuntan diharapkan memberikan jasa yang berkualitas, mengenakan
jasa imbalan yang pantas, serta menawarkan berbagai jasa dengan tingkat
profesionalisme yang tinggi. Atas kepercayaan publik yang diberikan inilah
seorang akuntan harus secara terus-menerus menunjukkan dedikasinya untuk
mencapai profesionalisme yang tinggi.
Justice Buger mengungkapkan bahwa akuntan publik yang independen
dalam memberikan laporan penilaian mengenai laporan keuangan perusahaan
memandang bahwa tanggung jawab kepada publik itu melampaui hubungan antara
auditor dengan kliennya. Akuntan publik yang independen memiliki fungsi yang
berbeda, tidak hanya patuh terhadap para kreditur dan pemegang saham saja, akan
tetapi berfungsi sebagai ”a public watchdog function”. Dalam
menjalankan fungsi tersebut seorang akuntan harus mempertahankan
independensinya secara keseluruhan di setiap waktu dan memenuhi kesetiaan
terhadap kepentingan publik. Hal ini membuat konflik kepentingan antara klien
dan publik mengenai konfil loyalitas auditor.
Hal serupa juga diungkapan
oleh Baker dan Hayes, bahwa
seorang akuntan publik diharapkan memberikan pelayanan yang profesional dengan
cara yang berbeda untuk mendapatkan keuntungan dari contractual arragment
antara akuntan publik dan klien.
Ketika auditor menerima penugasan
audit terhadap sebuah perusahaan, hal ini membuat konsequensi terhadap auditor
untuk bertanggung jawab kepada publik. Penugasan untuk melaporkan kepada publik
mengenai kewajaran dalam gambaran laporan keuangan dan pengoperasian perusahaan
untuk waktu tertentu memberikan ”fiduciary responsibility” kepada
auditor untuk melindungi kepentingan publik dan sikap independen dari klien
yang digunakan sebagai dasar dalam menjaga kepercayaan dari publik.
3. Tanggung
Jawab Dasar Auditor
The
Auditing Practice Committee, yang
merupakan cikal bakal dari Auditing Practices Board,
ditahun 1980, memberikan ringkasan (summary) mengenai tanggung jawab auditor :
1.
Perencanaan,
Pengendalian dan Pencatatan. Auditor
perlu merencanakan, mengendalikan dan mencatat pekerjannya.
2.
Sistem
Akuntansi. Auditor harus mengetahui
dengan pasti sistem pencatatan dan pemrosesan transaksi dan menilai
kecukupannya sebagai dasar penyusunan laporan keuangan.
3.
Bukti Audit. Auditor akan memperoleh bukti audit yang relevan dan
reliable untuk memberikan kesimpulan rasional.
4.
Pengendalian
Intern. Bila auditor berharap untuk
menempatkan kepercayaan pada pengendalian internal, hendaknya memastikan dan
mengevaluasi pengendalian itu dan melakukan compliance test.
5.
Meninjau Ulang
Laporan Keuangan yang Relevan.
Auditor melaksanakan tinjau ulang laporan keuangan yang relevan seperlunya,
dalam hubungannya dengan kesimpulan yang diambil berdasarkan bukti audit lain
yang didapat, dan untuk memberi dasar rasional atas pendapat mengenai laporan
keuangan.
4.
Indenpendensi Auditor
Independensi
merupakan dasar dari profesi auditing. Hal itu berarti auditor akan bersifat
netral terhadap entitas, dan oleh karena itu akan bersifat objektif. Publik
dapat mempercayai fungsi auditkarena auditor bersikap tidak memihak serta
mengakui adanya kewajiban untuk bersiikap adil. Entitasadalah klien auditor,
namun CPA memiliki tanggung jawab yang lebih besar kepada para penggunalaporan
auditor yang jelas telah diketahui. Auditor tidak boleh memposisikan diri atau
pertimbangannyadi bawah kelompok apapun dan siapapun. Independensi, integritas
dan objektivitas auditor mendorongpihak ketiga untuk menggunakan laporan
keuangan yang tercakup dalam laporan auditor dengan rasa yakin dan percaya
sepenuhnya.
Independensi dalam arti sempit
adalah bebas, tidak dikendalikan oleh pihak lain, tidak tergantung pada orang
lain. Sikap mental independen sama pentingnya dengan keahlian dalam bidang
praktek akuntansi dan prosedur audit yang harus dimiliki oleh setiap auditor.
Seorang auditor harus independen dari setiap kewajiban.
Terdapat tiga aspek independensi seorang auditor,
yaitu sebagai berikut :
1.
Independence in fact (independensi
dalam fakta)
Artinya
auditor harus mempunyai kejujuran yang tinggi, keterkaitan yang erat dengan
objektivitas.
2.
Independence in appearance (independensi
dalam penampilan)
Artinya
pandangan pihak lain terhadap diri auditor sehubungan dengan pelaksanaan audit.
3.
Independence in competence (independensi
dari sudut keahliannya)
Independensi
dari sudut pandang keahlian terkait erat dengan kecakapan profesional auditor.
5. Peraturan Pasar Modal dan Regulator mengenai Independensi Akuntan Publik
Pada tanggal 28 Pebruari 2011, Badan Pengawas Pasar Modal dan
Lembaga Keuangan (Bapepam dan LK) telah menerbitkan peraturan yang mengatur
mengenai independensi akuntan yang memberikan jasa di pasar modal, yaitu dengan
berdasarkan Peraturan Nomor VIII.A.2 lampiran Keputusan Ketua Bapepam dan LK
Nomor : Kep-86/BL/2011 tentang Independensi Akuntan Yang
Memberikan Jasa di Pasar Modal. Seperti yang disiarkan dalam Press Release Bapepam LK pada tanggal
28 Pebruari 2011, Peraturan Nomor VIII.A.2 tersebut merupakan penyempurnaan
atas peraturan yang telah ada sebelumnya dan bertujuan untuk memberikan
kemudahan bagi Kantor Akuntan Publik atau Akuntan Publik dalam memberikan jasa
profesional sesuai bidang tugasnya. Berikut adalah keputusannya :
KEPUTUSAN KETUA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL
NOMOR: KEP- 20 /PM/2002
TENTANG INDEPENDENSI AKUNTAN YANG
MEMBERIKAN JASA AUDIT DI PASAR MODAL
Pasal
1
Ketentuan mengenai Independensi Akuntan yang
Memberikan Jasa Audit di Pasar Modal, diatur dalam PERATURAN NOMOR
VIII.A.2 :
INDEPENDENSI AKUNTAN YANG
MEMBERIKA JASA AUDIT DI PASAR MODAL:
1.
Definisi dari istilah-istilah pada peraturan ini adalah :
a.
Periode Audit dan
Periode Penugasan Profesional :
1)
Periode Audit adalah
periode yang mencakup periode laporan keuangan yang diaudit atau yang direview;
dan
2)
Periode Penugasan
Profesional adalah periode penugasan untuk mengaudit atau mereview laporan
keuangan klien atau untuk menyiapkan laporan kepada Bapepam.
b.
Anggota Keluarga Dekat
adalah istri atau suami, orang tua, anak, baik didalam maupun diluar
tanggungan, dan saudara kandung.
c.
Fee Kontinjen adalah
fee yang ditetapkan untuk pelaksanaan suatu jasa profesional yang hanya akan
dibebankan apabila ada temuan atau hasil tertentu dimana jumlah fee tergantung
pada temuan atau hasil tertentu tersebut. Fee dianggap tidak kontinjen jika
ditetapkan oleh pengadilan atau badan pengatur atau dalam hal perpajakan, jika
dasar penetapan adalah hasil penyelesaian hukum atau temuan badan pengatur.
d.
Orang Dalam
Kantor Akuntan Publik adalah:
1)
Orang yang termasuk
dalam Tim Penugasan Audit yaitu sema rekan, pimpinan, dan karyawan profesional
yang berpartisipasi dalam audit, review, atau penugasan atestasi dari klien,
termasuk mereka yang melakukan penelaahan lanjutan atau yang bertindak sebagai
rekan ke dua selama Periode Audit atau penugasan atestasi tentang isu-isu
teknis atau industri khusus, transaksi, atau kejadian penting;
2)
Orang yang termasuk
dalam rantai pelaksana/perintah yaitu semua orang yang :
1.
mengawasi atau
mempunyai tanggung jawab manajemen secara langsung terhadap audit;
2.
mengevaluasi kinerja
atau merekomendasikan kompensasi bagi rekan dalam penugasan audit; atau
3.
menyediakan
pengendalian mutu atau pengawasan lain atas audit; atau
3) Setiap rekan lainnya, pimpinan, atau karyawan
profesional lainnya dari Kantor Akuntan Publik yang
telah memberikan jasa-jasa non audit kepada klien.
e. Karyawan Kunci yaitu orang-orang yang mempunyai wewenang
dan tanggung jawab untuk
merencanakan, memimpin, dan mengendalikan kegiatan perusahaan pelapor
yang meliputi anggota Komisaris, anggota
Direksi, dan manajer dari perusahaan.
2.
Jangka waktu Periode Penugasan Profesional:
a.
Periode Penugasan
Profesional dimulai sejak dimulainya pekerjaan lapangan atau penandatanganan
penugasan, mana yang lebih dahulu.
b.
Periode Penugasan
Profesional berakhir pada saat tanggal laporan Akuntan atau
pemberitahuan secara tertulis oleh Akuntan atau klien kepada Bapepam
bahwa penugasa telah selesai, mana yang lebih dahulu.
3.
Dalam memberikan jasa profesional, khususnya dalam memberikan opini atau
penilaian, Akuntan wajib senantiasa mempertahankan sikap
independen. Akuntan tidak independen apabila selama Periode Audit dan
selama Periode Penugasan Profesionalnya, baik Akuntan,
Kantor Akuntan Publik, maupun Orang Dalam
Kantor Akuntan Publik :
a.
mempunyai kepentingan
keuangan langsung atau tidak langsung yang material pada klien, seperti :
1.
investasi pada klien;
atau
2.
kepentingan keuangan
lain pada klien yang dapat menimbulkan bentura kepentingan.
b.
mempunyai hubungan
pekerjaan dengan klien, seperti :
1.
merangkap sebagai
Karyawan Kunci pada klien;
2.
memiliki Anggota
Keluarga Dekat yang bekerja pada klien sebagai Karyawan Kunci dalam bidang
akuntansi dan keuangan;
3.
mempunyai mantan rekan
atau karyawan profesional dari Kantor Akuntan Publik yang bekerja
pada klien sebagai Karyawan Kunci dalam bidang akuntansi dan keuangan, kecuali
setelah lebih dari 1 (satu) tahun tidak bekerja lagi pada Kantor
Akuntan Publik yang bersangkutan; atau
4.
mempunyai rekan atau
karyawan profesional dari Kantor Akuntan Publik yang sebelumnya
pernah bekerja pada klien sebagai Karyawan Kunci dalam bidang akuntansi dan
keuangan, kecuali yang bersangkutan tidak ikut melaksanakan audit terhadap
klien tersebut dalam Periode Audit.
c.
mempunyai hubungan
usaha secara langsung atau tidak langsung yang material dengan klien, atau
dengan karyawan kunci yang bekerja pada klien, atau dengan pemegang saham utama
klien. Hubungan usaha dalam butir ini tidak termasuk hubungan usaha dalam
hal Akuntan, Kantor Akuntan Publik, atau Orang Dalam Kantor Akuntan Publik
memberikan jasa audit atau non audit kepada klien, atau merupakan konsumen dari
produk barang atau jasa klien dalam rangka menunjang kegiatan rutin.
d.
memberikan jasa-jasa
non audit kepada klien seperti :
1.
pembukuan atau jasa
lain yang berhubungan dengan catatan akuntansi klien;
2.
atau laporan keuangan;
3.
desain sistem
informasi keuangan dan implementasi;
4.
penilaian atau opini
kewajaran (fairness opinion);
5.
aktuaria;
6.
audit internal;
7.
konsultasi manajemen;
8.
konsultasi sumber daya
manusia;
9.
konsultasi perpajakan;
10. penasihat Investasi dan keuangan; atau
11. jasa-jasa lain yang dapat menimbulkan benturan kepentingan
e. memberikan jasa atau produk kepada klien dengan dasar
Fee Kontinjen atau komisi, atau menerima Fee Kontinjen atau komisi dari klien.
4.
Sistim Pengendalian Mutu
Kantor Akuntan Publik wajib
mempunyai sistem pengendalian mutu dengan tingkat keyakinan yang memadai bahwa
Kantor Akuntan Publik atau karyawannya dapat menjaga sikap
independen dengan mempertimbangkan ukuran dan sifat praktik dari
Kantor Akuntan Publik tersebut.
5.
Pembatasan Penugasan Audit
a.
Pemberian jasa audit
umum atas laporan keuangan klien hanya dapat dilakukan oleh
Kantor Akuntan Publik paling lama untuk 5 (lima) tahun buku
berturut-turut dan oleh seorang Akuntan paling lama untuk 3 (tiga) tahun
buku berturut-turut.
b.
Kantor Akuntan Publik dan Akuntan dapat
menerima penugasan audit kembali untuk klien tersebut setelah 3 (tiga) tahun
buku secara berturut-turut tidak mengaudit klien tersebut.
c.
Ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam huruf a dan huruf b di atas tidak berlaku bagi laporan keuangan
interim yang diaudit untuk kepentingan Penawaran Umum.
6.
Ketentuan Peralihan
a.
Kantor Akuntan Publik yang
telah memberikan jasa audit umum untuk 5 (lima) tahun buku berturut-turut atau
lebih dan masih mempunyai perikatan audit umum untuk tahun buku berikutnya atas
laporan keuangan klien, pada saat berlakunya peraturan ini hanya
dapat melaksanakan perikatan dimaksud untuk 1 (satu) tahun buku berikutnya.
b.
Akuntan yang
telah memberikan jasa audit umum untuk 3 (tiga) tahun buku berturut-turut atau
lebih dan masih mempunyai perikatan audit umum untuk tahun buku berikutnya atas
laporan keuangan klien, pada saat berlakunya peraturan ini hanya
dapat melaksanakan perikatan dimaksud untuk 1 (satu) tahun buku berikutnya.
7. Dengan
tidak mengurangi ketentuan pidana di bidang Pasar Modal, Bapepam
berwenang mengenakan sanksi terhadap setiap pelanggaran
ketentuan peraturan ini, termasuk Pihak yang menyebabkan terjadinya
pelanggaran tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Brooks, Leonard J., Business &
Professional Ethics for Accountants, South Western College Publishing, 2000 atau edisi terbaru
Duska, Ronald F. and Brenda Shay Duska, Accounting
Ethics, Blackwell Publishing, 2003 atau edisi
terbaru
VII. Etika
dalam Kantor Akuntan Publik
1. Etika Bisnis
Akuntan Publik
Etika
Bisnis merupakan suatu cara untuk melakukan kegiatan bisnis, yang mencakup
seluruh aspek yang berkaitan dengan individu, perusahaan dan juga masyarakat.
Etika Bisnis dalam suatu perusahaan dapat membentuk nilai, norma dan perilaku
karyawan serta pimpinan dalam membangun hubungan yang adil dan sehat dengan
pelanggan/mitra kerja, pemegang saham, masyarakat.
Dalam menjalankan profesinya sebagai
seorang akuntan, di Indonesia diatur oleh suatu kode etik profesi dengan
nama kode etik Ikatan Akuntan Indonesia. Kode etik Ikatan Akuntan Indonesia
merupakan tatanan etika dan prinsip moral yang memberikan pedoman kepada
akuntan untuk berhubungan dengan klien, sesama anggota profesi dan juga dengan
masyarakat. Selain dengan kode etik akuntan juga merupakan alat atau sarana
untuk klien, pemakai laporan keuangan atau masyarakat pada umumnya, tentang
kualitas atau mutu jasa yang diberikannya karena melalui serangkaian pertimbangan
etika sebagaimana yang diatur dalam kode etik profesi
Institut Akuntan Publik Indonesia
(IAPI) telah mengembangkan dan menetapkan suatu standar profesi dan kode etik
profesi yang berkualitas yang berlaku bagi profesi akuntan publik di Indonesia.
Prinsip etika akuntan atau kode etik akuntan itu sendiri meliputi delapan butir
pernyataan (IAI, 1998, dalam Ludigdo, 2007 Ke-8 butir pernyataan tersebut
merupakan hal-hal yang seharusnya dimiliki oleh seorang akuntan. 8 Butir
tersebut terdeskripsikan sebagai berikut:
1)
Tanggung Jawab Profesi (Dalam
melaksanakan tanggung jawabnya sebagai profesional, setiap anggota harus
senantiasa menggunakan pertimbangan moral dan profesional dalam semuakegiatan
yang dilakukannya. Sebagai profesional, anggota mempunyai peran penting dalam
masyarakat. Sejalan dengan peran tersebut, anggota mempunyai tanggung jawab
kepada semua pemakai jasa profesional mereka. Anggota juga harus selalu
bertanggungjawab untuk bekerja sama dengan sesama anggota untuk mengembangkan
profesi akuntansi, memelihara kepercayaan masyarakat dan menjalankan tanggung
jawab profesi dalam mengatur dirinya sendiri. Usaha kolektif semua anggota
diperlukan untuk memelihara dan meningkatkan tradisi profesi).
2)
Kepentingan Publik (Setiap anggota
berkewajiban untuk senantiasa bertindak dalam kerangka pelayanan kepada publik,
menghormati kepercayaan publik, dan menunjukan komitmen atas
profesionalisme. Satu ciri utama dari suatu profesi adalah penerimaan
tanggung jawab kepada publik. Profesi akuntan memegang peran yang penting di
masyarakat, dimana publik dari profesi akuntan yang terdiri dari klien, pemberi
kredit, pemerintah, pemberi kerja, pegawai, investor, dunia bisnis dan
keuangan, dan pihak lainnya bergantung kepada obyektivitas dan integritas
akuntan dalam memelihara berjalannya fungsi bisnis secara tertib.
Ketergantungan ini menimbulkan tanggung jawab akuntan terhadap kepentingan
publik. Kepentingan publik didefinisikan sebagai kepentingan masyarakat dan
institusi yang dilayani anggota secara keseluruhan. Ketergantungan ini
menyebabkan sikap dan tingkah laku akuntan dalam menyediakan jasanya
mempengaruhi kesejahteraan ekonomi masyarakat dan negara. Kepentingan utama
profesi akuntan adalah untuk membuat pemakai jasa akuntan paham bahwa jasa
akuntan dilakukan dengan tingkat prestasi tertinggi sesuai dengan persyaratan
etika yang diperlukan untuk mencapai tingkat prestasi tersebut. Dan semua
anggota mengikat dirinya untuk menghormati kepercayaan publik. Atas kepercayaan
yang diberikan publik kepadanya, anggota harus secara terus menerus menunjukkan
dedikasi mereka untuk mencapai profesionalisme yang tinggi).
3)
Integritas (Untuk memelihara dan
meningkatkan kepercayaan publik, setiap anggota harus memenuhi tanggung jawab
profesionalnya dengan integritas setinggi mungkin. Integritas adalah suatu
elemen karakter yang mendasari timbulnya pengakuan profesional. Integritas
merupakan kualitas yang melandasi kepercayaan publik dan merupakan patokan
(benchmark) bagi anggota dalam menguji keputusan yang diambilnya. Integritas
mengharuskan seorang anggota untuk, antara lain, bersikap jujur dan berterus
terang tanpa harus mengorbankan rahasia penerima jasa. Pelayanan dan
kepercayaan publik tidak boleh dikalahkan oleh keuntungan pribadi. Integritas
dapat menerima kesalahan yang tidak disengaja dan perbedaan pendapat yang
jujur, tetapi tidak menerima kecurangan atau peniadaan prinsip).
4)
Objektivitas (Setiap anggota harus
menjaga obyektivitasnya dan bebas dari benturan kepentingan dalam pemenuhan
kewajiban profesionalnya. Obyektivitasnya adalah suatu kualitas yang memberikan
nilai atas jasa yang diberikan anggota. Prinsip obyektivitas mengharuskan
anggota bersikap adil, tidak memihak, jujur secara intelektual, tidak
berprasangka atau bias, serta bebas dari benturan kepentingan atau dibawah pengaruh
pihak lain. Anggota bekerja dalam berbagai kapasitas yang berbeda dan harus
menunjukkan obyektivitas mereka dalam berbagai situasi. Anggota dalam praktek
publik memberikan jasa atestasi, perpajakan, serta konsultasi manajemen.
Anggota yang lain menyiapkan laporan keuangan sebagai seorang bawahan,
melakukan jasa audit internal dan bekerja dalam kapasitas keuangan dan
manajemennya di industri, pendidikan, dan pemerintah. Mereka juga mendidik dan
melatih orang orang yang ingin masuk kedalam profesi. Apapun jasa dan
kapasitasnya, anggota harus melindungi integritas pekerjaannya dan memelihara
obyektivitas).
5)
Kompetensi dan Kehati-hatian
Profesional (Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya dengan
berhati-hati, kompetensi dan ketekunan, serta mempunyai kewajiban untuk
mempertahankan pengetahuan dan ketrampilan profesional pada tingkat yang
diperlukan untuk memastikan bahwa klien atau pemberi kerja memperoleh manfaat
dari jasa profesional dan teknik yang paling mutakhir. Hal ini mengandung arti
bahwa anggota mempunyai kewajiban untuk melaksanakan jasa profesional dengan
sebaik-baiknya sesuai dengan kemampuannya, demi kepentingan pengguna jasa dan
konsisten dengan tanggung jawab profesi kepada publik. Kompetensi diperoleh
melalui pendidikan dan pengalaman. Anggota seharusnya tidak menggambarkan
dirinya memiliki keahlian atau pengalaman yang tidak mereka miliki. Kompetensi
menunjukkan terdapatnya pencapaian dan pemeliharaan suatu tingkat pemahaman dan
pengetahuan yang memungkinkan seorang anggota untuk memberikan jasa dengan
kemudahan dan kecerdikan. Dalam hal penugasan profesional melebihi kompetensi
anggota atau perusahaan, anggota wajib melakukan konsultasi atau menyerahkan
klien kepada pihak lain yang lebih kompeten. Setiap anggota bertanggung jawab untuk
menentukan kompetensi masing masing atau menilai apakah pendidikan, pedoman dan
pertimbangan yang diperlukan memadai untuk bertanggung jawab yang harus
dipenuhinya).
6)
Kerahasiaan (Setiap anggota harus
menghormati kerahasiaan informasi yang diperoleh selama melakukan jasa
profesional dan tidak boleh memakai atau mengungkapkan informasi tersebut tanpa
persetujuan, kecuali bila ada hak atau kewajiban profesional atau hukum untuk
mengungkapkannya. Kepentingan umum dan profesi menuntut bahwa standar profesi
yang berhubungan dengan kerahasiaan didefinisikan bahwa terdapat panduan
mengenai sifat sifat dan luas kewajiban kerahasiaan serta mengenai berbagai
keadaan di mana informasi yang diperoleh selama melakukan jasa profesional
dapat atau perlu diungkapkan. Anggota mempunyai kewajiban untuk menghormati
kerahasiaan informasi tentang klien atau pemberi kerja yang diperoleh melalui
jasa profesional yang diberikannya. Kewajiban kerahasiaan berlanjut bahkan
setelah hubungan antar anggota dan klien atau pemberi jasa berakhir).
7)
Perilaku Profesional (Setiap anggota
harus berperilaku yang konsisten dengan reputasi profesi yang baik dan menjauhi
tindakan yang dapat mendiskreditkan profesi. Kewajiban untuk menjauhi tingkah
laku yang dapat mendiskreditkan profesi harus dipenuhi oleh anggota sebagai
perwujudan tanggung jawabnya kepada penerima jasa, pihak ketiga, anggota yang
lain, staf, pemberi kerja dan masyarakat umum).
8)
Standar Teknis (Setiap anggota harus
melaksanakan jasa profesionalnya sesuai dengan standar teknis dan standar
profesional yang relevan. Sesuai dengan keahliannya dan dengan berhati-hati,
anggota mempunyai kewajiban untuk melaksanakan penugasan dari penerima jasa
selama penugasan tersebut sejalan dengan prinsip integritas dan obyektivitas.
Standar teknis dan standar professional yang harus ditaati anggota adalah
standar yang dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia. Internasional
Federation of Accountants, badan pengatur, dan pengaturan perundang-undangan
yang relevan).
2. Tanggung
Jawab Sosial Kantor Akuntan Publik sebagai Entitas Bisnis
Tanggung jawab sosial kantor akuntan
publik sebagai Entitas Bisnis bukanlah pemberian sumbangan atau pemberian
layanan gratis. Tanggung jawab sosial kantor akuntan publik meliputi ciri utama
dari profesi akuntan publik terutama sikap altruisme, yaitu mengutamakan
kepentingan publik dan juga memperhatikan sesama akuntan publik dibanding
mengejar laba.
Sebagai entitas bisnis layaknya
entitas – entitas bisnis lain, Kantor Akuntan Publik juga dituntut untuk peduli
dengan keadaan masyarakat, bukan hanya dalam bentuk ”uang” dengan jalan
memberikan sumbangan, melainkan lebih kompleks lagi. Artinya, pada Kantor
Akuntansi Publik bentuk tanggung jawab sosial suatu lembaga bukanlah pemberian
sumbangan atau pemberian layanan gratis. Tapi meliputi ciri utama dari profesi
akuntan publik terutama sikap altruisme, yaitu mengutamakn kepentingan publik
dan juga memperhatikan sesama akuntan publik dibanding mengejar laba.
Dalam melaksanakan tanggung jawabnya
sebagai profesional, setiap anggota harus senantiasa menggunakan pertimbangan
moral dan profesional dalam semua kegiatan yang dilakukannya. Sebagai
profesional, anggota mempunyai peran penting dalam masyarakat. Sejalan dengan
peran tersebut, anggota mempunyai tanggung jawab kepada semua pemakai jasa
profesional mereka. Anggota juga harus selalu bertanggung jawab untuk bekerja
sama dengan sesama anggota untuk mengembangkan profesi akuntansi, memelihara
kepercayaan masyarakat dan menjalankan tanggung jawab profesi dalam mengatur
dirinya sendiri. Usaha kolektif semua anggota diperlukan untuk memelihara dan
meningkatkan tradisi profesi akuntan publik.
3. Krisis dalam Profesi Akuntansi
Krisis dalam profesi akuntan publik
dapat terjadi karena kurangnya minat generasi muda terhadap profesi ini,
padahal apabila melihat pertumbuhan industri di Indonesia jasa profesi ini
sangat dibutuhkan dan apabila kondisi ini terjadi maka akan mengancam
eksistensi profesi ini.
Profesi akuntansi yang krisis
bahayanya adalah apabila tiap-tiap auditor atau attestor bertindak di jalan
yang salah, opini dan audit akan bersifat tidak berharga. Suatu penggunaan
untuk akuntan akan mengenakkan pajak preparers dan wartawan keuangan tetapi
fungsi audit yang menjadi jantungnya akuntansi akan memotong keluar dari
praktek untuk menyumbangkan hampir sia – sia penyalahgunaannya. Perusahaan
melakukan pengawasan terhadap auditor-auditor yang sedang bekerja untuk
melaksanakan pengawasan intern, keuangan, administratif, penjualan, pengolahan
data, dan fungsi pemasaran diantara orang banyak. Akuntan publik merupakan
suatu wadah yang dapat menilai apakah laporan keuangan sudah sesuai dengan
prinsip-prinsip akuntansi ataupun audit. Perbedaan akuntan publik dengan
perusahaan jasa lainnya yaitu jasa yang diberikan oleh KAP akan digunakan
sebagai alat untuk membuat keputusan. Kewajiban dari KAP yaitu jasa yang
diberikan dipakai untuk make decision atau memiliki tanggung jawab sosial atas
kegiatan usahanya.
Bagi akuntan berperilaku etis akan
berpengaruh terhadap citra KAP dan membangun kepercayaan masyarakat serta akan
memperlakukan klien dengan baik dan jujur, maka tidak hanya meningkatkan
pendapatannya tetapi juga memberi pengaruh positif bagi karyawan KAP. Perilaku
etis ini akan memberi manfaat yang lebih bagi manager KAP dibanding bagi
karyawan KAP yang lain. Kesenjangan yang terjadi adalah selain melakukan audit
juga melakukan konsultan, membuat laporan keuangan, menyiapkan laporan pajak.
Oleh karena itu terdapat kesenjangan diatara profesi akuntansi dan keharusan
profesi akuntansinya.
4. Regulasi dalam rangka Penegakan Etika
Kantor Akuntan Publik
Setiap orang yang
melakukan tindakan yang tidak etis maka perlu adanya penanganan terhadap
tindakan tidak etis tersebut. Tetapi jika pelanggaran serupa banyak dilakukan
oleh anggota masyarakat atau anggota profesi maka hal tersebut perlu
dipertanyakan apakah aturan-aturan yang berlaku masih perlu tetap dipertahankan
atau dipertimbangkan untuk dikembangkan dan disesuaikan dengan perubahan dan
perkembangan lingkungan. Secara umum kode etik berlaku untuk profesi akuntan
secara keselurahan kalau melihat kode etik akuntan Indonesia isinya sebagian
besar menyangkut profesi akuntan publik. Padahal IAI mempunyai kompartemen
akuntan pendidik, kompartemen akuntan manajemen disamping kompartemen akuntan
publik. Perlu dipikir kode etik yang menyangkut akuntan manajemen, akuntan
pendidik, akuntan negara (BPKP, BPK, pajak).
Kasus yang sering terjadi
dan menjadi berita biasannya yang menyangkut akuntan publik. Kasus tersebut
bagi masyarakat sering diangap sebagai pelanggaran kode etik, padahal
seringkali kasus tersebut sebenarnya merupakan pelanggaran standar audit atau
pelanggaran terhadap SAK. Terlepas dari hal tersebut diatas untuk dapat
melakukan penegakan terhadap kode etik ada beberapa hal yang harus dilakukan
dan sepertinya masih sejalan dengan salah satu kebijakan umum pengurus IAI
periode 1990 s/d 1994 yaitu :
- Penyempurnaan
kode etik yang ada penerbitan interprestasi atas kode etik yang ada baik
sebagai tanggapan atas kasus pengaduan maupun keluhan dari rekan akuntan
atau masyarakat umum. Hal ini sudah dilakukan mulai dari seminar
pemutakhiran kode etik IAI, hotel Daichi 15 juni 1994 di Jakarta dan
kongres ke-7 di Bandung dan masih terus dansedang dilakukan oleh pengurus
komite kode etik saat ini.
- Proses
peradilan baik oleh badan pengawas profesi maupun dewan pertimbangan
profesi dan tindak lanjutnya (peringatan tertulis, pemberhentian sementara
dan pemberhentian sebagai anggota IAI).
- Harus ada
suatu bagian dalam IAI yang mengambil inisiatif untuk mengajukan pengaduan
baik kepada badan pengawasan profesi atas pelanggaran kode etik meskipun
tidak ada pengaduan dari pihak lain tetapi menjadi perhatian dari
masyarakat luas.
5. Peer Review
Menurut Internal Quality Review,
istilah peer review memiliki arti eksternal reviu
dan evaluasi kualitas dan efektivitas program akademis, staffing,
dan struktur, yang dilaksanakan oleh pihak eksternal yang memiliki keahlian di bidang yang direview.
Dalam
konteks audit sektor publik, peer review memiliki arti penilaian
apakah organisasi pemeriksa telah memenuhi standar pemeriksaan. Beberapa reviu
biasanya melibatkan auditor yang berpengalaman dari organisasi
pemeriksaan lainnya.
Pelaksanaan peer
review memiliki tujuan untuk menentukan dan melaporkan apakah
organisasi pemriksa telah melaksanakan kebijakan dan prosedur untuk kelima elemen
pengendalian mutu dan menerapkannya dalam praktek audit.
Peer
review sendiri bukan untuk mengkritik proses audit tertentu, tetapi untuk
menentukan pengendalian audit yang tepat, bagaimana pengendalian ini
diterapkan, gap pengendalian
dan cara untuk meningkatkan sistem kualitas audit.
Dari studi
literatur/peraturan yang terkait dan masukan dari berbagai narasumber, baik
intern maupun ekstern BPKP, diperoleh simpulan sebagai berikut :
- Peer
review(telaahan sejawat) dapat didefinisikan sebagai suatu kegiatan
pengujian dan review yang dilaksanakan oleh rekan sejawat
yang setara guna mendapatkan keyakinan yang memadai bahwa organisasi audit
yang di reviewtelah patuh terhadap sistem pengendalian mutu
dan pelaksanaan kegiatan audit telah sesuai dengan standar audit yang
berlaku.
- Periode
waktu dilakukannya peer review APIPminimal tiap tiga
tahun sekali atau periode waktu lain yang disepakati oleh Organisasi
Profesi Auditor di Indonesia setelah mempertimbangkan lingkup dan
kompleksitasnya.
- Terdapat
beberapa persyaratan yang perlu ditetapkan untuk pelaksanaan peer
review APIP sebagaimana di mandatkan dalam PP 60 tahun
2008, antara lain :
a)
Adanya organisasi profesi yang merupakan asosiasi bagi APIP.
b)
APIP merupakan anggota organisasi profesi auditor.
c)
Dilakukan oleh rekan sejawat yang setara, yang memiliki pengetahuan dan
pengalaman yang minimal sama.
d)
Adanya standar audit yang diterbitkan oleh organisasi profesi auditor.
e)
Adanya Sistem Kendali Mutu di setiap APIP yang diwajibkan oleh organisasi
profesi auditor.
f)
Adanya Pedoman Peer review audit yang dibuat oleh
organisasi profesi auditor.
4. Persyaratan/kualifikasi
minimal yang perlu diperhatikanagar dapat menjadi pe- review yaitu:
a)
Mempunyai sertifikasi sebagai auditor/setifikasi peer review
b)
Menjadi anggota aktif organisasi profesi yang bersangkutan
c)
Mempunyai kedudukan yang setara untuk bidang audit
d)
Berpengalaman minimal 5 tahun sebagai auditor
e)
Mempunyai pengetahuan terkini mengenai hal-hal yang akan di-review
DAFTAR PUSTAKA
Brooks, Leonard J. 2000. Business
& Professional Ethics for Accountants. South
Western College
Publishing.
Aturan Etika IAI
Kompartemen - kompartemen diluar IAI KAP
Sony Keraf. 1998. Etika Bisnis
: Tuntutan dan Relevansinya. Kanisius.