TUGAS ASPEK HUKUM DALAM EKONOMI #
PASAR TIDAK SEHAT
Disusun oleh :
TITAN HERDIANTO
2A214790
2EB30
Dosen : Widiyarsih
UNIVERSITAS GUNADARMA
ATA 2016
CONTOH KASUS MONOPOLI DALAM KASUS PDAM
PDAM sebagai BUMD (Badan
Usaha Milik Daerah) yang bekerja dibidang pengadaan air bersih merupakan
satu-satunya badan milik daerah yang tugas
dan fungsinya salah
satunya adalah pengadaan
air bersih bagimasyarakat. Seiring
dengan pertumbuhan dan
perkembangan Indonesia pengertian apa
yang dikelola oleh
PDAM sangatlah luas.
Namun dari banyaknya yang
dikelola oleh pihak
PDAM sebagian besar
adalah penyuplaian air bersih kepada masyarakat. Masyarakat memerlukan
air dan negara memfasilitasinya, dengan demikian maka terjadilah suatu hubungan
hukum antara masyarakat yang memerlukan air dengan PDAM. Peristiwa tersebut
adalah terjadinya hubungan jual beli antara keduanya yang terwujud dalam
layanan pengairan air kerumah-rumah penduduk. Keterikatan antarakedua belah
pihak ini menimbulkan perikatan.
Perusahaan Daerah Air Minum
(PDAM) bertujuan untuk:
(a) Mewujudkan dan meningkatkanbpelayanan umum dalam
memenuhi kebutuhan air minum,
(b)
Memperoleh pendapatan yang wajar
agar perusahaan mampu mengembangkan diri sesuai dengan fungsinya,
(c) Menyelenggarakan pemanfaatan umum yang dapat
dirasakan oleh masyarakat.
PDAM dibutuhkan
masyarakat perkotaan untuk mencukupi kebutuhan air bersih yang layak dikonsumsi.
Karena air tanah di perkotaan pada umumnya telah tercemar. Penggunaan air tanah
secara berlebihan telah menurunkan permukaan air tanah dan intrusi air laut,
yang mengakibatkan menurunnya kualitas air tanah. Karena pentingnya kebutuhan
akan air bersih, maka hal yang wajar jika sektor air bersih mendapatkan prioritas penanganan utama karena menyangkut
kehidupan orang banyak. Penanganan akan
pemenuhan kebutuhan air bersih dapat dilakukan dengan berbagai cara, disesuaikan dengan sarana dan
prasarana yang ada. Di daerah perkotaan,sistem penyediaan air bersih dilakukan
dengan sistem perpipaan dan non perpipaan.Sistem perpipaan dikelola oleh
Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) dan sistem non perpipaan dikelola oleh
masyarakat baik secara individu maupun kelompok. Masalah air bersih dan pencemaran pada akhimya menimbulkan dampak
ekonomi yang besar yang harus ditanggung oleh masyarakat sebagai konsumen
akhir. Dari sudut pandang ekonomi,fenomena tersebut mengindikasikan bahwa dewasa ini
air bersih bukan lagi merupakan barang bebas (free good), tetapi sudah menjadi
barang ekonomi (economic good),sehingga untuk memperolehnya dibutuhkan
pengorbanan. Konsep air sebagai barang ekonomi merupakan salah satu prinsip
dasar dari pengelolaan air,selain
keadilan (equity) dan keberlanjutan lingkungan (environmental sustainability).
Penyediaan air bersih di
Indonesia memang dilematis. Di satu sisi jika mengacu pada Undang-Undang dasar 1945
pasal 33 ayat 2 jelas–jelas dikatakan bahwa “Bumi, air, dan kekayaan
alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara”, dimana sebagian kalangan
menafsirkan hal tersebut sebagai sebuah kewajiban mutlak Negara dalam
menyelenggarakan sebuah usaha berkaitan dengan penyediaan air bersih bagi
warganya. Namun disisi lain, justru sebagian besar masyarakat kita mengalami
kesulitan dalam memenuhi kebutuhan akan air bersih tersebut. Akan tetapi dalam suatu perusahaan
kemungkinan terjadi suatu permasalahan antara pemilik PDAM dengan konsumen
(pengguna air bersih) tersebut. Dalam hal ini akan dibahas mengenai kasus yang
terjadi dalam pasar monopoli khususnya perusahaan PDAM yaitu saatnya mengakhiri monopoli penyediaan air
bersih oleh PDAM.
Berdasarkan data yang ada
misalnya Perusahaan Daerah Air Minum di beberapa kota besar belum sampai
memenuhi 70% penduduk kota tersebut seperti PDAM kota Bandung baru menjangkau
53% total rumah tangga yangada, PDAM Jaya kurang lebih 37%, PDAM Tirta
Kertaraharja Tangerang malah lebih parah
baru sekitar 30%
warganya yang terjangkau
instalasi PDAM. Kewenangan PDAM yang luar biasa besar dalam menentukan
tarifair bersih, serta keberadaannya yang tanpa pesaing menimbulkan berbagai konsekuensi
yang negatif diantaranya
adalah kecenderungan salah kelola (mis manajemen), inefisiensi, hilang
atau berkurangnya kesejahteraan konsumen (dead weight loss),
memburuknya kondisi makroekonomi akibat output real yang jauh dibawah potential
output. Hal ini kongruen dengan teori-teori tentang struktur
pasar.Penyebab masalah pada
perusahaan PDAM yang
pertama adalah masalah
mismanajemen, dalam kasus PDAM ini terbukti benar bahwa sebuah struktur pasar
yang monopoli cenderung inefisien dan selalu menimbulkan masalah-masalah ekonomi
biaya tinggi (high
cost economy).
Mayoritas PDAM di Indonesia
terlilit dengan sebuah masalah yang sama hutang yang bertumpuk, tenaga
kerja yang tidak
efisien antara jumlah
dan produktifitasnya, serta problem KKN yang menjangkitinya. Sebagai
contoh berdasarkan data PERPAMSI (Persatuan
Perusahaan Air Minum SeluruhIndonesia), total hutang PDAM yang
diwadahi PERPAMSI pada tahun 2004mencapai Rp. 4,3 Triliun. Hutang tersebut
sebagian besar berasal dari World Bank
dan Asian Development
Bank. Kita ambil
kasus misalnya PDAM Padang Sumatera Barat, utangnya mencapai
56,8 M dan tiap tahun masih merugi, PDAM kota bekasi memiliki hutang Rp.58 M
dengan total assetnya hanya Rp.56 M, PDAM kota Bandung Rp. 300 M, dan yang
paling fantastis adalah PAM Jaya yang berjibun hutang sekitar Rp. 1,7 trilyun.
PDAM juga punya budaya yang sama dengan beberapa perusahaan negara lain yang
bersifat monopoli semisal PLN yaitu perusahaan pencetak rugi. Meski ada
beberapa PDAM yang sudah bisa membukukan laba, namun jumlahnya sangat
kecil dibandingkan dengan
PDAM lainnya yang
rugi.Kerugian ini disebabkan
oleh salah kelola
(mismanajemen). Contohnya adalah
di tempat dimana penulis tinggal, Kabupaten Tangerang, PDAM TKRpernah diberitakan
merugi sampai Rp.30 Milyar akibat mismanajemen,lantaran banyak kontrak
kerjasamanya yang tidak benar sehingga banyak membeli barang
yang asal beli
demi proyek yang
sebenarnya tidak dibutuhkan.
Akibatnya jelas uang terus berhambur keluar sedangkan barang-barang bertumpuk
di gudang dan halaman kantor. PAM Jaya juga akhir-akhir ini menuai protes dari
DPRD DKI Jakarta karena setelah bekerjasama denganpihak konsorsium asing juga
tak kunjung membaik kinerjanya bahkan masihsering merugi. Disisi yang lain,
PDAM sering menjadi “sapi perah” para pejabat lokal untuk mengisi pundit-pundit
pribadi maupun kelompok politiknya. Halini disebabkan urusan yang terkait
dengan PDAM diatur sendiri-sendiri olehmasing-masing daerah
melalui PERDA dan
sebagian besar penunjukkan .
Direkturnya ditunjuk oleh
Bupati/Walikota sehingga menimbulkan
politik balas budi. Tak
heran apabila sejumlah
kasus korupsi di
daerah seringmenyeret-nyeret
PDAM sebagai biang keladinya. Itu yang jelas-jelas mencuatke permukaan karena
kontrol masyarakat kuat. Sedangkan yang masih belumterungkap juga banyak karena
fungsi pengawasan masyarakat dan dunia persmasih lemah
di daerah-daerah, apalagi
di luar jawa,
sehingga kasuspenggunaan uang PDAM
untuk kepentingan-kepentingan
diluar bisnisnyamasih tertimbun. Permasalahan ketiga adalah pada kualitas
penyediaan air bersih yangasal-asalan. Ini sebagai konsekuensi logis dari daya
monopoli yang dimilikioleh PDAM. PDAM
mengeksploitasi pasar dalam
rangka mencapai labamaksimum yang
notabene tak pernah
tercapai secara akuntansi
melaluipengaturan output dan harga. Karena konsumen dalam hal ini masyarakat
takpunya pilihan lain penyedia fasilitas yang ada maka mau tak mau
merekamengikuti apa maunya PDAM. Dan mereka tak bisa melawan sebab, airadalah
kebutuhan pokok setiap manusia, bahkan ada yang mengatakan bahwakehidupan
adalah air. Jadilah harga yang ada di pasar adalah harga yang takwajar. Jika
ada tekanan publik
untuk perubahan harga
maka pasti akanberakibat pada layanan yang
terhambat seperti baru-baru
ini kasus yangmenimpa daerah Jakarta Utara dimana air
PDAM tak mengalir hampir 1bulan. Tak pernah
ada jaminan bahwa
air PDAM mengalir
terus tanpagangguan dan sudah
menjadi jamak bahwa air yang dialirkan melalui pipa-pipa PDAM harus dimaklumi
jika pagi hari menetes kecil.Sumber daya air mempunyai karakteristik yang
khusus, selain sebagaibarang yang bersifat kultural karena tingkat pemanfataan
yang berkembangsesuai dengan tingkat
perkembangan masyarakat, juga
sebagai barangkebutuhan pokok
yang vital bagi
kehidupan masyarakat. Pertambahanpenduduk yang cepat dan
terbatasnya jumlah sumber daya air menambahkelangkaan (sifat
ekonomis) dan vitalitas
air tersebut, serta
memberikanatribut air sebagai barang publik yang makin kuat. Pada aspek
lain, yaituaspek ekologi meningkatnya penggunaan air pada banyak kasus secara
relatif menurunkan daya dukung lingkungan. Konsumsi yang berlebihan cenderung akan
merusak keselarasan lingkungan. Di sisi lain
penetapan harga yang bersifat
subsidi berdasarkan peraturan daerah (PERDA) terhadap harga air baku, membuat konsumsi masyarakat terhadap air baku
cenderung boros karena harga yang terjadi
tidak menunjukkan nilai ekonomis yang sebenarnya (terlalu murah).
Hal ini merupakan
eksternalitas yang harus
ditanggung masyarakat secara umum.
Opini
Berdasarkan kasus yang diberitakan
di atas hal-hal yang menyebabkan PDAM mengalami kerugian dan sering mendapatkan
keluhan dari para warga adalah (1) masalah mismanajemen, hal ini mengakibatkan
struktur pasar yang monopoli
cenderung inefisien sehingga
menimbulkan masalah-masalah ekonomi
biaya menjadi tinggi. Secara ekonomi
struktur pasar tidak berubah karena tidak menambah pemain
baru, yang ada adalah investor barumasuk
dalam PDAM. Ini yang justru
akan menambah keruwetan
dan bisa memunculkan dugaan
PDAM tergadai oleh
pihak asing. (2)
PDAM sering menjadi “sapi perah”
para pejabat lokal
untuk mengisi pundit-pundit pribadi maupun kelompok politiknya. Dalam
arti banyak para pejabat yang melakukan tindak korupsi dalam penanganan dana
PDAM. (3) Kualitas penyediaan air bersih yang asal-asalan, ini sebagai
konsekuensi logis dari daya monopoli yang dimiliki oleh PDAM. Hal ini yang
paling banyak dikeluhkan para warga, karena air itu sangat penting
dan bermnafaat bagi
para warga dan
merupakan indicator kesehatan
yang paling utama. Dalam pernyataan di atas juga disebutkan banyak PDAM yang
terlilit hutang, hal ini
disebabkan karena adanya
penetapan harga baku
oleh pihak monopolis, yang
kemungkinan besar tidak dapat menutup biaya operasional. Olehkarena itu
penetapan harga baku hendaknya disesuaikan dengan nilai
ekonomisperolehannya. Agar terjadi pemanfaatan sumber daya
air secara optimal danefisiensi konsumsi air.Solusi yang
harus mulai dipikirkan
adalah mengakhiri hak
monopoli PDAM dalam pengelolaan air bersih di Indonesia. Sudah saatnya
kita memulaili beralisasi pasar sumberdaya air bersih untuk menjaga pemenuhan
kebutuhan masyarakat yang paling pokok. Apabila perusahaan memiliki kemampuan control
sumber faktor produksi, baik berupa sumber daya alam, sumber daya
manusia,dan lokasi produksi maka berbagai hambatan teknis akan
cepat diselesaikan.Selain itu
juga terdapat sebuah penelitian yang menyarankan untuk melakukanfull cost
pricing jangka pendek sebagai aspirasi kreditor dijadikan sebagai cara
Melakukan perbaikan
manajerial untuk menyelesaikan masalah keuntungan yangmemburuk atau
kerugian yang meningkat
bersama-sama dengan perbaikanmanajerial yang lain seperti
produktivitas input, mengurangi tingkat kehilanganair, berpindah menuju pasar
yang lebih kompetitif, atau merger.Sudah saatnya pemerintah untuk lebih cepat
dalam menanggapi masalah yang terjadi dalam PDAM saat ini, dengan lebih
meningkatkan pelayanan kualitasair bersih agar dapat memuaskan pelanggan dan
PDAM juga mendapatkan balasjasanya sehingga PDAM lebih
cepat dalam meningkatkan kinerjanya.
Dalamjangka panjang dapat
dilakukan untuk pengembangan pipa
distribusi atau perbaikan pipa,
khususnya pada daerah yang belum terjangkau oleh air bersih.