I. Pendahuluan Etika Sebagai Tinjauan
1.
Pengertian
Etika
Menurut Brooks (2007), Etika adalah cabang dari filsafat
yang menyelidiki penilaian normatif tentang apakah perilaku ini benar atau apa
yang seharusnya dilakukan. Kebutuhan akan etika muncul dari keinginan untuk
menghindari permasalahan – permasalahan di dunia nyata.
Munawir (1997), Etika merupakan suatu prinsip moral dan
perbuatan yang menjadi landasan bertindak seseorang sehingga apa yang
dilakukannya dipandang oleh masyarakat sebagai perbuatan terpuji dan
menigkatkan martabat dan kehormatan seseorang.
Etika sangat erat kaitannya dengan perilaku bermoral. Moral
adalah sikap mental dan emosional yang dimiliki oleh individu sebagai anggota
kelompok sosial dalam melakukan tugas-tugasnya atau fungsi yang diharuskan
kelompoknya serta loyalitas pada kelompoknya (sukamto, 1991).
Bertens (2000) menyebutkan bahwa teori etika dapat membantu
proses pengambilan keputusan yang berhubungan dengan moral dan justifikasi
terhadap keputusan tersebut.
Menurut Duska (2003), teori etika dikembangkan dalam tiga
bagian yaitu :
1.
Utlitarian Theory
Teori ini membahs mengenai optimalisasi pengambilan
keputusan individu untuk memaksimumkan manfaat dan meminimalkan dampak negatif.
Terdapat dua jenis utilitarisme, yaitu :
a.
act utilitarisme yaitu perbuatan yang bermanfaat
untuk banyak orang
b.
rule utilitarisme yaitu aturan moral yang diterima
oleh masyarakat luas
2.
Deonotologi Theory
Teori etika ini membehas mengenai kewajiban individu untuk
memberikan hak kepada orang lain, sehingga dasar untuk menilai baik atau buruk
suatu hal harus didasarkan pada kewajiban bukan konsekuensi perbuatan
3.
Virtue Theory
Teori ini menjelaskan disposisi watak seseorang yang
memungkinkan untuk bertingkah laku baik secara moral. Ada dua jenis virtue
theory, yaitu :
a.
Pelaku bisnis individual, seperti :
kejujuran, fairness, kepercayaan dan keuletan
b.
Taraf perusahaan, seperti :
kemarahan, loyalitas, kehormatan, rasa malu yang dimiliki oleh manajer dan
karyawan
2.
Prinsip-Prinsip
Etika
Prinsip-prinsip
Fundamental Etika IFAC :
1)
Integritas.
Seorang
akuntan profesional harus bertindak tegas dan jujur dalam semua hubungan bisnis
dan profesionalnya.
2)
Objektivitas.
Seorang
akuntan profesional seharusnya tidak
boleh membiarkan terjadinya bias,
konflik kepentingan, atau dibawah penguruh orang lain sehinggamengesampingkan
pertimbangan bisnis dan profesional.
3)
Kompetensi profesional dan
kehati-hatian.
Seorang
akuntan profesionalmempunyai kewajiban untuk memelihara pengetahuan dan keterampilan
profesional secara berkelanjutan pada tingkat yang dipelukan untuk
menjaminseorang klien atau atasan menerima jasa profesional yang kompeten
yangdidasarkan atas perkembangan praktik, legislasi, dan teknik terkini.
Seorangakntan profesional harus bekerja secara tekun serta mengikuti
standar-standar profesional haus bekerja secara tekun serta mengikuti
standar-standar profesionaldan teknik yang berlaku dalam memberikan jasa
profesional.
4)
Kerahasiaan.
Seorang
akuntan profesional harus menghormati kerhasiaaninformasi yang diperolehnya
sebagai hasil dari hubungan profesional dan bisnisserta tidak boleh
mengungapkan informasi apa pun kepada pihak ketiga tanpa izinyng enar dan
spesifik, kecuali terdapat kewajiban hukum atau terdapat hak profesional untuk
mengungkapkannya.
5)
Perilaku Profesional.
Seorang akuntan profesional harus patuh pada hukum dan
perundang-undangan yang relevan dan harus menghindari tindakan yang
dapatmendiskreditkan profesi.
3.
Basis
Teori Etika
Menurut buku yang berjudul “Hukum dan Etika Bisnis” karangan
Dr. H. Budi Untung, S.H., M.M, etika dapat diklasifikasikan menjadi :
1) Etika Deskriptif
Etika deskriptif yaitu etika di mana objek yang dinilai
adalah sikap dan perilaku manusia dalam mengejar tujuan hidupnya sebagaimana
adanya. Nilai dan pola perilaku manusia sebagaimana adanya ini tercemin pada
situasi dan kondisi yang telah membudaya di masyarakat secara turun-temurun.
2) Etika Normatif
Etika normatif yaitu sikap dan perilaku manusia atau
massyarakat sesuai dengan norma dan moralitas yang ideal. Etika ini secara umum
dinilai memenuhi tuntutan dan perkembangan dinamika serta kondisi masyarakat.
Adanya tuntutan yang menjadi avuan bagi masyarakat umum atau semua pihak dalam
menjalankan kehidupannya.
3) Etika Deontologi
Etika deontologi yaitu etika yang dilaksanakan dengan
dorongan oleh kewajiban untuk berbuat baik terhadap orang atau pihak lain dari
pelaku kehidupan. Bukan hanya dilihat dari akibat dan tujuan yang ditimbulakan
oleh sesuatu kegiatan atau aktivitas, tetapi dari sesuatu aktivitas yang
dilaksanakan karena ingin berbuat kebaikan terhadap masyarakat atau pihak lain.
4) Etika Teleologi
Etika Teleologi adalah etika yang diukur dari apa tujuan
yang dicapai oleh para pelaku kegiatan. Aktivitas akan dinilai baik jika
bertujuan baik. Artinya sesuatu yang dicapai adalah sesuatu yang baik dan
mempunyai akibat yang baik. Baik ditinjau dari kepentingan pihak yang terkait,
maupun dilihat dari kepentingan semua pihak. Dalam etika ini dikelompollan
menjadi dua macam yaitu :
a.
Egoisme, yaitu etika yang baik
menurut pelaku saja, sedangkan bagi yang lain mungkin tidak baik.
b.
Utilitarianisme, adalah etika yang
baik bagi semua pihak, artinya semua pihak baik yang terkait langsung maupun
tidak langsung akan menerima pengaruh yang baik.
4.
Egoism
Kata
"egoisme" merupakan istilah yang berasal dari bahasa latin yakni ego,
yang berasal dari kata Yunani kuno - yang masih digunakan dalam bahasa Yunani
modern - ego (εγώ) yang berarti "diri" atau "Saya",
dan-isme, digunakan untuk menunjukkan sistem kepercayaannya. Dengan demikian,
istilah ini secara etimologis berhubungan sangat erat dengan egoisme filosofis.
Egoisme adalah cara untuk mempertahankan dan meningkatkan
pandangan yang menguntungkan bagi dirinya sendiri, dan umumnya memiliki
pendapat untuk meningkatkan citra pribadi seseorang dan pentingnya -
intelektual, fisik, sosial dan lainnya. Egoisme ini tidak memandang kepedulian
terhadap orang lain maupun orang banyak pada umunya dan hanya memikirkan diri
sendiri.
Egois ini memiliki rasa yang luar biasa dari sentralitas
dari 'Aku adalah':. Kualitas pribadi mereka Egotisme berarti menempatkan diri
pada inti dunia seseorang tanpa kepedulian terhadap orang lain, termasuk yang
dicintai atau dianggap sebagai "dekat," dalam lain hal kecuali yang
ditetapkan oleh egois itu.
Teori eogisme atau egotisme diungkapkan oleh Friedrich
Wilhelm Nietche yang merupakan pengkritik keras utilitarianisme dan juga kuat
menentang teori Kemoralan Sosial. Teori egoisme berprinsip bahwa setiap orang
harus bersifat keakuan, yaitu melakukan sesuatu yang bertujuan memberikan
manfaat kepada diri sendiri. Selain itu, setiap perbuatan yang memberikan
keuntungan merupakan perbuatan yang baik dan satu perbuatan yang buruk jika
merugikan diri sendiri.
DAFTAR PUSTAKA
Agoes Sukrisno dan Ardana, I Centik. 2011. Etika
Bisnis dan Profesi-Tantangan Membangun Manusia Seutuhnya. Jakarta : Salemba
Empat
Bertens, 2000. Etika. Jakarta : Gramedia Pustaka
Utama
Brooks, Leonard J. 2007. Etika Bisnis & Profesi,
Edisi 5. Jakarta : Salemba Empat
Budi,Untung.2012. Hukum Dan Etika Bisnis.
Yogyakarta: CV Andi Offse
Duska, Ronald f., and Brenda Shay Duska. 2003.Accounting
Ethics. Blackwell Publishing Ltd, United Kingdom.
Munawir, S. 1997. Analisis Laporan Keuangan.
Yogyakarta : Liberty
Sukamto. 1991. Pengajaran Etika Profesional. Makalah
yang disampaikan pada seminar pengajaran Pemeriksaan Akuntansi, PAU UGM
IFAC Ethics Committee
https://www.slideshare.net/IndraHendiyana/be-amp-gg-indra-hendiyana-hapzi-ali-philosophical-ethics-and-business-universitas-mercu-buana-2017
II. Perilaku Etika Dalam
Bisnis
1.
Lingkungan
Bisnis yang Mempengaruhi Perilaku Etika
Tujuan
dari sebuah bisnis kecil adalah untuk mentumbuh atau menghasilkan uang.
Faktor yang mempengaruhi perilaku
etika bisnis, yaitu :
1) Faktor Perbedaan Budaya
2) Faktor Perilaku Organisasi
Faktor lain yang mempengaruhi
perilaku etika bisnis, yaitu :
1) Physial, yaitu : Kualitas air, udara
dan keamanan.
2) Moral, yaitu : Kebutuhan kejujuran
dan keadilan.
3) Econimic, yaitu : Kelemahan tekanan
untuk bertahan.
4) Accountability, yaitu : Kebutuhan
akan transparasi.
5) Institutional Reinforcement, yaitu :
Hukum / UU untuk mereformasi praktik bisnis dan profesi.
2.
Kesalingan
– Ketergantungan antara Bisnis dan Masyarakat
Dalam
setiap sesuatu yang berada dimuka bumi ini saling ketergantungan satu sama
lainnya. Hal ini tidak bisa dihindarkan sama dengan berbisnis dalam dunia
berbisnis tidak bisa berjalan tanpa adanya peranan dari masyarakat yang ikut
serta menjalankan sistem ruang lingkup bisnis itu sendiri. Sebagaimana peranan
bisnis terhadap masyarakat yang sangat saling berkaitan.
3.
Kepedulian
Perilaku Bisnis Terhadap Etika
Sebuah
perusahaan dalam berbisnis tidak hanya memenuhi kebutuhan masyarakat
(konsumen). Namun mampu juga menyediakan sarana yang dapat menarik peminat
konsumen.
Faktor yang berkaitan, yaitu :
1) Pemenuhan Kebutuhan.
2) Keuntungan Usaha.
3) Pertumbuhan dan Perkembangan yang
berkelanjutan.
4) Tanggung Jawab sosial.
4.
Perkembangan Dalam Sistem Etika
Bisnis
Menurut
K. Bertens dalam buku nya Pengantar Etika Bisnis, perkembangan etika bisnis di
bagi menjadi 5 periode yaitu :
1)
Situasi
Dahulu
Pada
awal sejarah filsafat, plato, Aristoteles, dan filsuf-filsuf Yunani lain
menyelidiki bagaimana sebaiknya mengatur kehidupan manusia bersama dalam negara
dan dalam konteks itu mereka membahas juga bagaimana kehidupan ekonomi dan
kegiatan niaga harus diatur.
2)
Masa
Peralihan : Tahun 1960-An
Dalam
tahun 1960-an terjadi perkembangan baru yang bisa dilihat sebagai persiapan
langsung bagi timbulnya etika bisnis dalam dekade berikutnya. Dasawarsa 1960-an
ini di Amerika Serikat ditandai oleh pemberontakan terhadap kuasa dan otoritas,
revolusi mahasiswa, penolakan terhadap establishment. hal ini memberi perhatian
pada dunia pendidikan khususnya manajemen, yaitu dengan menambahkan mata kuliah
baru dengan nama Business and Society.
3)
Etika
Bisnis Lahir di Amerika Serikat : Tahun 1970-An
Etika
bisnis sebagai suatu bidang intelektual dan akademis dengan identitas sendiri
mulai terbentuk di Amerika Serikat sejak tahun 1970-an. Sejumlah filsuf mulai
terlibat dalam memikirkan masalah-masalah etis sekitar bisnis, dan etika bisnis
dianggap sebagai suatu tanggapan tepat atas krisis moral yang sedang meliputi
dunia bisnis di Amerika Serikat.
4)
Etika
Bisnis Meluas Ke Eropa : Tahun 1980-An
Di
Eropa Barat etika bisnis sebagai ilmu baru mulai berkembang sepuluh tahun
kemudian. Pada tahun 1987 didirikan European Business Ethics Network (EBEN)
yang bertujuan menjadi forum pertemuan antara akademis dari universitas serta
sekolah bisnis, para pengusaha dan wakil-wakil dari organisasi nasional dan
internasiona.
5)
Etika
Bisnis Menjadi Fenomena Global: Tahun 1990-An
Dalam
dekade 1990-an etika bisnis tidak terbatas lagi pada dunia barat.Tanda bukti
terakhir bagi sifat global etika bisnis adalah didirikannya International
Society for Business, Economics, and Ethics (ISBEE) di Tokyo pada 25-28 Juli
1996.
5.
Etika
Bisnis dan Akuntan
Dalam
menjalankan profesinya seorang akuntan di Indonesia diatur oleh suatu kode
etika Ikatan Akuntansi Indonesia (IAI). Kode etika Ikatan Akuntansi Indonesia
merupakan tatanan etika dan prinsip moral yang diberikan pendoman kepada
akuntan untuk berhubungan dengan klien, sesame anggota akuntan dan masyarakat.
Faktor dalam menciptakan etika
bisnis, yaitu :
1. Pengendalian Diri.
2. Pengembangan Tanggungan Jawab Sosial
(Social Responsibility).
3. Mempertahankan Jati Diri.
4. Menciptakan Persaingan yang Sehat,
5. Menerapkan Konsep
6. Menhindarkan Sifat 5K (Katabelece,
Kongkalikong, Koneksi, Kolusi dan komisi).
7. Mampu Menyatakan yang Bener itu
Bener.
8. Menumbuhkan Sikap Saling Percaya
antara Golongan Pengusaha.
9. Konsekuen dan kosisten dengan Aturan
main Bersama.
10. Memelihara Kesepakatan.
11. Menuangkan ke dalam Hukum Positif.
DAFTAR PUSTAKA
Agoes, Sukrisno dan I Cenik Ardana,
2013. Etika Bisnis dan Profesi : Tantangan
Membangun
Manusia Seutuhnya, Jakarta : Salemba Empat.
Bertens, K, 2000. Pengantar
Etika Bisnis, Edisi Keenam, Yogyakarta: Kanisius
III. Ethical Governance
Pengertian Tentang GCG (Ethical
Governance)
Pengertian GCG menurut Bank Dunia (World Bank) adalah
kumpulan hukum, peraturan, dan kaidah-kaidah yang wajib dipenuhi yang dapat
mendorong kinerja sumber-sumber perusahaan bekerja secara efisien, menghasilkan
nilai ekonomi jangka panjang yang berkesinambungan bagi para pemegang saham
maupun masyarakat sekitar secara keseluruhan. Lembaga Corporate Governance di Malaysia
yaitu Finance Committee on Corporate Governance (FCCG) mendifinisikan corporate
governance sebagai proses dan struktur yang digunakan untuk mengarahkan dan
mengelola bisnis dan aktivitas perusahaan ke arah peningkatan pertumbuhan
bisnis dan akuntabilitas perusahaan.
Berdasarkan Pasal 1 Surat Keputusan Menteri BUMN No.
117/M-MBU/2002 tanggal 31 Juli 2002 tentang penerapan GCG pada BUMN, disebutkan
bahwa Corporate governance adalah suatu proses dan struktur yang digunakan oleh
organ BUMN untuk meningkatkan keberhasilan usaha dan akuntabilitas perusahaan
guna mewujudkan nilai pemegang saham dalam jangka panjang dengan tetap
memperhatikan kepentingan stakeholder lainnya, berlandaskan peraturan
perundangan dan nilai-nilai etika.Berdasarkan beberapa pengertian tersebut
diatas, secara singkat GCG dapat diartikan sebagai seperangkat sistem yang
mengatur dan mengendalikan perusahaan untuk menciptakan nilai tambah (value
added) bagi stakeholders.
1.
Governance
System
Governance System merupakan suatu tata kekuasaan yang
terdapat di dalam perusahaan yang terdiri dari 4 (empat) unsur yang tidak dapat
terpisahkan, yaitu :
1)
Commitment
on Governance
Commitment on Governance adalah
komitmen untuk menjalankan perusahaan yang dalam hal ini adalah dalam bidang
perbankan berdasarkan prinsip kehati-hatian berdasarkan peraturan perundangan
yang berlaku Dasar peraturan yang berkaitan dengan hal ini adalah :
·
Undang
Undang No. 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas.
·
Undang
Undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan dan Undang Undang No. 10 Tahun 1998.
2)
Governance
Structure
Governance
Structure adalah struktur kekuasaan berikut persyaratan pejabat yang ada di
bank sesuai dengan yang dipersyaratkan oleh peraturan perundangan yang berlaku.
Dasar peraturan yang berkaitan dengan hal ini adalah :
·
Peraturan
Bank Indonesia No. 1/6/PBI/1999 tanggal 20-09-1999 tentang Penugasan
Direktur Kepatuhan dan Penerapan Standar Pelaksanaan Fungsi Audit Intern Bank.
·
Peraturan
Bank Indonesia No. 2/27/PBI/2000 tanggal 15-12-2000 tentang Bank Umum.
·
Peraturan
Bank Indonesia No. 5/25/PBI/2003 tanggal 10-11-2003 tentang
Penilaian Kemampuan dan Kepatutan (Fit and Proper Test).
3)
Governance
Mechanism
Governance
Mechanism adalah pengaturan mengenai tugas, wewenang dan tanggung jawab unit
dan pejabat bank dalam menjalankan bisnis dan operasional perbankan. Dasar
peraturan yang berkaitan dengan hal ini (antara lain) adalah :
·
Peraturan
Bank Indonesia No. 5/8/PBI/2003 tanggal 19-05-2003 tentang Penerapan Manajemen
Risiko bagi Bank Umum.
·
Peraturan
Bank Indonesia No. 5/12/PBI/2003 tentang Kewajiban Pemenuhan Modal Minimum bagi
Bank.
·
Peraturan
Bank Indonesia No. 6/10/PBI/2004 tanggal 12-04-2004 tentang Sistem
Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum.
·
Peraturan
Bank Indonesia No. 6/25/PBI/2004 tanggal 22-10-2004 tentang Rencana Bisnis Bank
Umum.
·
Peraturan
Bank Indonesia No. 7/2/PBI/2005 tanggal 20-01-2005 jo PBI No. 8/2/PBI/2006
tanggal 30-01-2006 tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum.
·
Peraturan
Bank Indonesia No. 7/3/PBI/2005 tanggal 20-01-2005 jo PBI No. 8/13/PBI/2006
tentang Batas Maksimum Pemberian Kredit Bank Umum.
·
Peraturan
Bank Indonesia No. 7/37/PBI/2004 tanggal 17-07-2003 tentang Posisi Devisa Netto
Bank Umum.
4)
Governance
Outcomes
Governance Outcomes adalah hasil dari pelaksanaan GCG baik
dari aspek hasil kinerja maupun cara-cara/praktek-praktek yang digunakan untuk
mencapai hasil kinerja tersebut. Dasar peraturan yang berkaitan dengan
hal ini adalah Peraturan Bank Indonesia No. 3/22/PBI/2001 tanggal 13-12-2001
tentang Transparansi Kondisi Keuangan Bank.
2.
Budaya
Etika
Budaya etika adalah perilaku yang baik. Penerapan budaya
etika ini adalah untuk meningkatkan kualitas kecerdasan emosional, spiritual
dan budaya yang diperlukan oleh setiap pemimpin. Pendapat umum dalam
bisnis bahwa perusahaan mencerminkan kepribadian pemimpinnya. Hubungan antara
CEO dengan perusahaan merupakan dasar budaya etika. Terdapat tiga faktor yang
menjelaskan perbedaan pengaruh budaya yang dominan terhadap perilaku, yaitu:
1) Keyakinan dan nilai-nilai bersama
2) Dimiliki bersama secara luas
3) Dapat diketahui dengan jelas,
mempunyai pengaruh yang lebih kuat terhadap perilaku.
Penerapan
budaya etika didalam perusahaan dilakukan secara top-down. Para eksekutif
mencapai penerapan ini melalui suatu metode tiga lapis, yaitu :
1)
Corporate
Credo, merupakan
pernyataan ringkas mengenai nilai-nilai etis yang ditegakkan perusahaan, yang
diinformasikan kepada orang-orang dan organisasi-organisasi baik di dalam
maupun di luar perusahaan.
a. Komitmen internal
: Perusahaan terhadap karyawan, Karyawan terhadap perusahaan, Karyawan terhadap
karyawan lain
b. Komitmen Eksternal : Perusahaan
terhadap pelanggan, Perusahaan terhadap pemegang saham, Perusahaan terhadap
masyarakat
2)
Program
etika adalah suatu yang terdiri dari berbagai aktivitas yang dirancang untuk
mengarahkan pegawai dalam melaksanakan lapis pertama. Misalnya pertemuan
orientasi bagi pegawai baru dan audit etika.
3)
Kode
etik perusahaan. Setiap perusahaan memiliki kode etiknya masing-masing.
Kadang-kadang kode etik tersebut diadaptasi dari kode etik industri tertentu.
Lebih dari 90% perusahaan membuat kode etik yang khusus digunakan perusahaan
tersebut dalam melaksanakan aktivitasnya. Contohnya IBM membuat IBM’s Business
Conduct Guidelines (Panduan Perilaku Bisnis IBM).
Beberapa nilai-nilai etika perusahaan yang sesuai dengan
prinsip-prinsip Good Corporate Governance, yaitu kejujuran, tanggung jawab,
saling percaya, keterbukaan dan kerjasama. Kode Etik yang efektif seharusnya
bukan sekedar buku atau dokumen yang tersimpan saja. Namun Kode Etik tersebut
hendaknya dapat dimengerti oleh seluruh karyawan & pimpinan perusahaan dan
akhirnya dapat dilaksanakan dalam bentuk tindakan (action). Beberapa contoh
pelaksanaan kode etik yang harus dipatuhi oleh seluruh karyawan & pimpinan
perusahaan, antara lain masalah informasi rahasia dan benturan kepentingan
(conflict of interest).
3.
Mengembangkan
Struktur Etika Korporasi
Saat membangun entitas korporasi dan menetapkan sasarannya,
diperlukan prinsip-prinsip moral etika ke dalam kegiatan bisnis secara
keseluruhan diterapkan, baik dalam entitas korporasi, menetapkan sasaran
bisnis, membangun jaringan dengan para pihak yang berkepentingan (stakeholders)
maupun dalam proses pengembangan diri para pelaku bisnis sendiri. Penerapan ini
diharapkan etika dapat menjadi “hati nurani” dalam proses bisnis sehingga
diperoleh suatu kegiatan bisnis yang beretika dan mempunyai hati, tidak hanya
sekadar mencari untung belaka, tetapi juga peduli terhadap lingkungan hidup,
masyarakat, dan para pihak yang berkepentingan (stakeholders).
Semangat untuk mewujudkan Good Corporate Governance memang
telah dimulai di Indonesia, baik di kalangan akademisi maupun praktisi baik di
sektor swasta maupun pemerintah. Berbagai perangkat pendukung terbentuknya
suatu organisasi yang memiliki tata kelola yang baik sudah di stimulasi oleh
Pemerintah melalui UU Perseroan, UU Perbankan, UU Pasar Modal, Standar
Akuntansi, Komite Pemantau Persaingan Usaha, Komite Corporate Governance, dan
sebagainya yang pada prinsipnya adalah membuat suatu aturan agar tujuan
perusahaan dapat dicapai melalui suatu mekanisme tata kelola secara baik oleh
jajaran dewan komisaris, dewan direksi dan tim manajemennya. Pembentukan
beberapa perangkat struktural perusahaan seperti komisaris independen, komite
audit, komite remunerasi, komite risiko, dan sekretaris perusahaan adalah
langkah yang tepat untuk meningkatkan efektivitas “Board Governance”. Dengan
adanya kewajiban perusahaan untuk membentuk komite audit, maka dewan komisaris
dapat secara maksimal melakukan pengendalian dan pengarahan kepada dewan
direksi untuk bekerja sesuai dengan tujuan organisasi. Sementara itu,
sekretaris perusahaan merupakan struktur pembantu dewan direksi untuk menyikapi
berbagai tuntutan atau harapan dari berbagai pihak eksternal perusahaan seperti
investor agar supaya pencapaian tujuan perusahaan tidak terganggu baik dalam
perspektif waktu pencapaian tujuan ataupun kualitas target yang ingin dicapai.
Meskipun belum maksimal, Uji Kelayakan dan Kemampuan (fit and proper test) yang
dilakukan oleh pemerintah untuk memilih top pimpinan suatu perusahaan BUMN
adalah bagian yang tak terpisahkan dari kebutuhan untuk membangun “Board
Governance” yang baik sehingga implementasi Good Corporate Governance akan
menjadi lebih mudah dan cepat.
4.
Kode Perilaku Korporasi (Corporate
Code Of Conduct)
Code of Conduct adalah pedoman internal perusahaan yang
berisikan sistem nilai, etika bisnis, etika kerja, komitmen, serta penegakan
terhadap peraturan-peraturan perusahaan bagi individu dalam menjalankan bisnis,
dan aktivitas lainnya serta berinteraksi dengan stakeholders.
Pelaksanaan Code of Conduct mencerminkan perilaku pelaku
bisnisnya, dalam hal pembentukan citra yang baik terkait erat dengan perilaku
perusahaan dalam berinteraksi atau berhubungan dengan para stakeholder. Pelaksanaan
Code of Conduct diawasi oleh Dewan Kehormatan yang bertugas mengawasi
pelaksanaan pedoman ini. Dewan Kehormatan terdiri dari Dewan Komisaris,
Direksi, karyawan yang ditunjuk, dan serikat pekerja. Mekanisme Dewan
Kehormatan diatur dalam surat Keputusan Direksi. Dan pedoman Code of Conduct
ini menjadi kewajiban setiap individu untuk menandatangani pernyataan kepatuhan
dan integritas atas pedoman ini, saat terjadinya hubungan perikatan kerja
individu perusahaan serta saat terjadinya revisi terhadap pedoman ini di masa
yang akan datang
Pengelolaan perusahaan tidak dapat dilepaskan dari
aturan-aturan main yang selalu harus diterima dalam pergaulan sosial, baik
aturan hukum maupun aturan moral atau etika. Pembentukan citra yang baik
terkait erat dengan perilaku perusahaan dalam berinteraksi atau berhubungan
dengan para stakeholder. Perilaku perusahaan secara nyata tercermin pada
perilaku pelaku bisnisnya. Dalam mengatur perilaku inilah, perusahaan perlu
menyatakan secara tertulis nilai-nilai etika yang menjadi kebijakan dan standar
perilaku yang diharapkan atau bahkan diwajibkan bagi setiap pelaku
bisnisnya.
5.
Evaluasi Terhadap Kode Perilaku
Korporasi
Setiap individu berkewajiban melaporkan setiap pelanggaran
atas Code of Conduct yang dilakukan oleh individu lain dengan bukti yang cukup
kepada Dewan Kehormatan. Laporan dari pihak luar wajib diterima sepanjang
didukung bukti dan identitas yang jelas dari pelapor.
Evaluasi terhadap kode perilaku korporasi dapat dilakukan
dengan melakukan evaluasi tahap awal (Diagnostic Assessment) dan penyusunan
pedoman-pedoman. Evaluasi sebaiknya dilakukan secara rutin sehingga perusahaan
selalu berada dalam pedoman dan melakukan koreksi apabila diketahui terdapat
kesalahan.
Dewan kehormatan wajib mencatat setiap laporan pelanggaran
atas Code of Conduct dan melaporkannya kepada Direksi dengan didukung oleh
bukti yang cukup dan dapat dipertanggungjawabkan.
Pedoman Good Corporate Governance disusun dengan bimbingan
dari Tim BPKP (Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan) dan telah diresmikan
pada tanggal 30 Mei 2005.
DAFTAR PUSTAKA
Surat
Keputusan Menteri BUMN No. 117/M-MBU/2002 tanggal 31 Juli 2002 tentang
penerapan GCG pada BUMN
http://arinifatimah35.blogspot.co.id/2015/10/evaluasi-terhadap-kode-perilaku.html
http://dyahshintakusumaningtyas.blogspot.co.id/2015/10/ethical-governance-etika-governance.html
http://specialpengetahuan.blogspot.co.id/2015/04/pengertian-tentang-gcg-ethical.html